Kamis, 27 Januari 2011

Ittiba’ Kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Sebagai Perwujudan Konsekwensi Syahadatain

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas


Kita bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah dikaruniakan kepada kita. Nikmat yang Allah karuniakan kepada kita sangat banyak dan yang tidak dapat kita hitung. Allah berfirman:

وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ ۚ وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ الْإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ

Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). [Ibrahim : 34]

Menurut Imam Ibnul Qayyim, nikmat terbagi menjadi dua.
Pertama : Nikmat mutlaqah (mutlak). Yaitu nikmat Islam, iman, hidup berlandaskan sunnah, terhindar dari marabahaya. Hal ini dilimpahkan oleh Allah hanya kepada orang-orang mukmin, yang mereka mencintai Allah.

Kedua : Nikmat muqayyadah (terbatas). Yaitu nikmat sehat, rizki, keturunan, makanan, tempat tinggal dan lain sebagainya. Nikmat ini diberikan oleh Allah, tidak hanya bagi kaum Mukminin, namun juga kepada orang-orang kafir dan munafiqin, sebagai bukti bahwa Allah adalah Maha Pemurah kepada setiap hambaNya, baik yang taat maupun yang ingkar.

Kita wajib bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan kepada kita, berupa nikmat Islam dan nikmat berada di atas Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia, serta nikmat ‘afiat dan keselamatan.

Setiap orang yang meyakini Islam sebagai agamanya, pada hakikatnya telah menyatakan persaksian dan pengakuannya dengan dua kalimat syahadat

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ

(asyhadu an laa ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah). Artinya, aku bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Demikian juga halnya dengan orang yang hendak masuk Islam, maka dia wajib mengucapkan dua kalimat syahadat tersebut.

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ (asyhadu an laa ilaha illallah), yang berarti “aku bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah”, mengandung makna laa ma’buda bi haqqin ilallah لاَ مَعْبُوْدَ بِِِِِحَقٍّ إِلاَّ اللهُ (tidak ada yang berhak disembah dengan benar kecuali hanya Allah Azza wa Jalla).[1]

Adapun makna syahadat Muhammad Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ adalah, tidak ada yang diikuti dengan benar kecuali hanya Muhammad Rasulullah. Oleh karena itu, mengikuti selain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tanpa dalil, berarti telah mengikuti kebatilan. Allah berfirman :

اتَّبِعُوا مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ ۗ قَلِيلًا مَّا تَذَكَّرُونَ

Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selainNya, amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya). [al A’raaf : 3]. [2]

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan. Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. [an Nisaa’: 65]

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan RasulNya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. [al Ahzaab : 36].

Syahadat Muhammad Rasulullah mengandung konsekuensi sebagai berikut :

a. طَاعَتُهُ فِيْمَا أَمَرَ , yaitu mentaati yang diperintahkan oleh beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dalilnya antara lain :

تِلْكَ حُدُودُ اللهِ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Barangsiapa taat kepada Allah dan RasulNya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. [an Nisaa’:13].

b. تَصْدِيْقُهُ فِيْمَا أَخْبَرَ , yaitu membenarkan yang beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sampaikan.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَءَامِنُوا بِرَسُولِهِ

Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertaqwalah kepada Allah dan berimanlah kepada RasulNya... [al Hadiid : 28].

c. اجْتِنَابُ مَا نَهَى عَنْهُ وَ زَجَرَ , yaitu menjauhkan diri dari yang beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam larang.

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

…Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. [al Hasyr : 7].

d. أَنْ لاَ يُعْبَدَ اللهُ إِلاَّ بِمَا شَرَعَ , yaitu tidak beribadah kepada Allah melainkan sesuai dengan cara yang telah disyariatkan. Dengan kata lain, kita wajib beribadah kepada Allah menurut apa yang beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam syari’atkan.

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورُُ رَّحِيمُُ

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Ali Imran : 31].[3]

Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam diutus kepada jin dan manusia, dan kita diperintahkan untuk beriman kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan ittiba’ kepada beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan nikmat yang besar bagi kaum Mukminin, sebagaimana Allah berfirman :

Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al Kitab dan al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS Ali ‘Imran : 164).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t (wafat th. 728 H) berkata,”Kebahagiaan itu disebabkan karena mengikuti petunjuk Rasulullah n . Sedangkan kesesatan dan celaka disebabkan karena menyalahi petunjuk beliau. Sesungguhnya, setiap kebaikan di alam semesta ini, baik yang sifatnya umum atau khusus, sumbernya dari diutusnya Rasul n . Begitu juga semua kejelekan di alam semesta yang menimpa manusia, disebabkan penyimpangannya terhadap petunjuk Rasul n dan tidak mengetahui apa yang dibawa beliau n . Bahwasanya kebahagiaan manusia dalam kehidupan dunia dan akhirat disebabkan ittiba’ (mengikuti petunjuk Rasulullah n ). Risalah kenabian dibutuhkan oleh seluruh makhluk. Kebutuhan mereka kepada diutusnya Rasulullah di atas seluruh kebutuhan. Diutusnya Nabi Muhammad merupakan ruh bagi alam semesta, cahaya dan kehidupan.”
Beliau juga berkata,”Ar Risalah (diutusnya Rasulullah) merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk memperbaiki kehidupan seorang hamba dalam hidupnya ini di dunia dan juga kelak di akhirat. Sebagaimana seorang hamba, dia tidak akan baik untuk kehidupan akhiratnya melainkan dengan mengikuti risalah, yaitu risalah Nabi Muhammad. Sebagaimana juga seorang hamba, dia tidak akan baik dalam kehidupan dunianya, melainkan dengan ittiba’ risalah. Sesungguhnya manusia sangat membutuhkan kepada agama ini, karena dia hidup di antara dua gerak; (yaitu) gerak yang mendatangkan manfaat baginya dan gerak yang dapat menolak bahaya baginya. Adapun syar’iat itu, adalah cahaya yang dapat menjelaskan apa-apa yang bermanfaat baginya dan apa-apa yang berbahaya. Syari’at Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad untuk menjelaskan apa-apa yang bermanfaat bagi manusia, dan menjelaskan pula tentang apa yang berbahaya. Dan syari’at ini adalah cahaya Allah di muka bumi ini, merupakan keadilan Allah di antara hamba-hambanya, dan benteng Allah yang sangat kokoh. Barangsiapa yang masuk ke dalamnya, maka dia akan aman. Yang dimaksud dengan syari’at ini, bukan hanya sekedar membedakan yang bahaya dan manfaat dengan perasaan. Sebab kalau hanya dengan perasaan, maka hewan pun bisa membedakannya, keledai dan unta pun bisa membedakannya. Bahkan unta dapat membedakan debu dengan tepung. Tetapi yang dimaksud disini, ialah membedakan antara manfaat iman, tauhid, keadilan, kebaikan, jujur, amanah, sabar, amar ma’ruf nahi munkar, silaturahmi, berbuat baik kepada kedua orang tua dan tetangga, memenuhi hak, mengikhlaskan amal semata-mata karena Allah, tawakal kepadaNya, ridha dengan qadha dan qadharNya, tunduk kepada hakNya, taat kepada perintahNya, loyal kepada wali-wali Allah dan memusuhi musuh-musuhNya, dan seterusnya.”
Apa yang kalian sembah? Dan bagaimana kalian menjawab seruan atau mengikuti para rasul?
Imam Ibnul Qayyim, dalam muqadimmah kitabnya, Zaadul Ma’ad fi Hadyi Khairil ’Ibad, beliau menjelaskan tentang makna dua kalimat syahadat :
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ (asyhadu an laa ilaha illallah) yang berarti, aku bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah.
Kalimat ini, yang dengannya tegak bumi dan langit, yang dengannya Allah menciptakan seluruh makhluk dan mengutus seluruh rasul. Dengan kalimat ini, Allah menurunkan kitab-kitabNya, Allah menetapkan syariat-syariatNya. Dan dengan kalimat ini, Allah menegakkan timbanganNya, Allah meletakkan semua catatan amal. Dan dengannya manusia digiring ke surga atau ke neraka. Dengan kalimat ini, manusia terbagi menjadi dua. Yaitu mukminin (orang-orang yang beriman) dan kufar (orang-orang yang kafir), orang-orang yang baik dan yang jahat.
Kalimat ini merupakan sumber dari ciptaan dan perintah, ganjaran dan siksa. Kalimat ini merupakan kalimat yang hak, yang dengannya Allah menciptakan seluruh makhluk. Dan tentang kalimat ini dan hak-haknya terhadap kalimat ini, manusia akan hisab. Dengan kalimat ini, kiblat dan agama ini ditegakkan, dihunusnya pedang dan ditegakkannya jihad fi sabilillah. Dan ia merupakan hak Allah yang wajib dipenuhi oleh seluruh hambaNya.
Kalimat Laa ilaha illallah, merupakan kalimat Islam, dan kunci untuk masuk ke surga. Dengan kalimat ini, seluruh makhluk yang pertama dan terakhir akan ditanya oleh Allah, serta tidak akan bergeser kedua kaki hambaNya pada Hari Kiamat di hadapan Allah, sehingga dia ditanya oleh Allah tentang dua masalah :
Pertama, مَاذَا كُنْتُمْ تَعْبُدُوْنَ ؟ (apa yang kalian sembah?). Kedua, وَمَاذَا أَجَبْتُمُ الْمُرْسَلِيْنَ ؟ [bagaimana kalian memenuhi panggilan para utusanKu (Rasulullah n)]?
Jawaban yang pertama, yaitu dengan mengimani kalimat Laa ilaha illallah, dengan mengucapkannya, mengetahuinya dan mengamalkannya. Jawaban yang kedua, yaitu dengan mengimani bahwa Muhammad adalah Rasulullah n , dengan mengucapkannya, menetapkannya, dengan mentaati dan tunduk kepada beliau n .
Dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Rasulullah n adalah orang yang amanah atas wahyu yang diturunkan Allah kepadanya. Rasulullah n adalah seorang yang terbimbing dari seluruh makhluk yang ada. Dan Rasulullah n sebagai utusan Allah kepada para hambaNya. Beliau n diutus dengan membawa agama yang lurus, dengan manhaj yang lurus, sebagai rahmat bagi sekalian alam, sebagai imam bagi orang-orang yang bertaqwa, sebagai hujjah (bukti) kebenaran atas seluruh makhlukNya. Allah mengutus beliau n ketika terjadi masa kekosongan para Rasul. Allah tunjuki dengannya jalan yang paling lurus, dan jalan yang paling jelas. Allah wajibkan atas seluruh hambaNya untuk mentaati, menolong, membantu, menghormati, mencintai beliau n dan menegakkan hak-hak atas beliau n . Semua jalan akan ditutup oleh Allah, kecuali jalan yang ditempuh oleh Rasulullah n . Tidak ada jalan yang dapat membawa seseorang masuk ke dalam surga, kecuali dengan mengikuti jalan yang ditempuh Rasulullah n. Allah menjadikan kerendahan dan kehinaan bagi orang-orang yang menyelisihi jalan Rasulullah n , sebagaimana sabda beliau :
بُعِثْتُ بِالسَّيْفِ بَيْنَ يَدِي السَّاعَةِ حَتَّى يُعْبَدَ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَ جُعِلَ رِزْقِيْ تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي ، وَ جُعِلَ الذِّلَةُ وَ الصَّغاَرُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِيْ ، وَ مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Aku diutus dengan pedang di hadapan Kiamat, sehingga Allah disembah semata, tidak ada sekutu bagiNya, dan dijadikan rizkiku di bawah naungan panahku, dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi orang-orang yang menyalahi perintahku. Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka. (HR Imam Ahmad dalam Musnadnya, II/50, 92; sanadnya hasan, dari sahabat Ibnu Umar c . Dihasankan oleh al Hafizh Ibnu Hajar al Asqalany dalam Fathul Bari, VI/98).
Di dalam muqadimmah kitab tersebut, Ibnul Qayyim menjelaskan secara tuntas tentang makna dua kalimat syahadat. Beliau menegaskan, setiap makhluk akan ditanya oleh Allah tentang dua masalah besar dan penting. Yaitu, apa yang kalian sembah, dan bagaimana kalian memenuhi panggilan para utusanKu (Rasulullah n)?
Disebutkan dalam firman Allah:

Maka sesungguhnya, Kami akan menanyai ummat-ummat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka, dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami). (QS al A’raaf : 6).

Firman Allah:

Dan (ingatlah) hari (di waktu) Allah menyeru mereka, seraya berkata: “Bagaimana jawabanmu terhadap seruan para Rasul?” (QS al Qashash : 65).
Ayat ini menjelaskan tentang bagaimana seharusnya kita beribadah kepada Allah? Apakah kita mentauhidkan Allah dalam beribadah? Apakah kita mengikhlaskan setiap amal ibadah karenaNya? Hal ini merupakan perkara besar yang akan ditanyakan oleh Allah kepada seluruh hambaNya.
Adapun pertanyaan yang kedua, apakah kita ittiba` (mengikuti/meneladani) Rasulullah n ataukah tidak? Hal inipun merupakan pertanyaan besar yang akan ditanyakan Allah kepada seluruh hambaNya pada Hari Kiamat. Oleh karenanya, wajib bagi kita untuk ittiba` kepada Rasulullah n .
Billahi taufiq.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun X/1427H/2006M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
Dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab t dalam kitab al Ushul ats Tsalatsah tentang makna Muhammadur Rasulullah.
Al Qaulul Mufiid fi Adillati Tauhid, hlm. 35, oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bin ‘Ali al Yamani al Wash-shaabi al ‘Abdali, Cet. VII, Maktabatul Irsyaad- Shan’a, Th. 1422 H.
Syarah Ushul ats Tsalatsah, Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin, al Qaulul Mufid fi Adillatit Tauhid.
Majmu’ Fataawa (XIX/93).
Majmu’ Fataawa (XIX/99).
Zaadul Ma’ad fi Hadyi Khairil ‘Ibaad, Ibnul Qayyim, Tahqiq Syu’aib dan Abdul Qadir al Arna-uth (I/34), Cet. Muassassah ar Risalah, Th. 1415 H.
sumber :http://almanhaj.or.id/content/2961/slash/0

Kamis, 20 Januari 2011

Kewajiban mengamalkan sunnah

Sunnah, ditinjau dari segi bahasa ber-makna الطريقة (jalan) dan السيرة (perjalanan hidup). Adapun menurut istilah syari’at sun-nah adalah semua perkara yang bersumber dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam selain dari Al-Qur’anul karim baik berupa ucapan, perbuatan, taqrir (pembe-naran sikap beliau) dari hal-hal yang memiliki dalil secara syar’i.

Inilah sunnah yang kita maksud dalam pembahasan ini, bukan sunah dalam artian hukum fiqih, yaitu sesuatu yang jika dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan tidak apa-apa.

Kalimat sunnah lebih luas maknanya da-ri pada itu. Segala sesuatu yang diperintah-kan, diajarkan dan dicontohkan oleh Rasu-lullah shalallahu 'alaihi wa sallam dinamakan sunnah. Dengan kata lain sunnah adalah ajaran nabi. Jika kita ditanya apa hukumya mengikuti ajaran nabi, niscaya semua kaum muslimin akan menjawab wajib. Dan sebaliknya, barangsiapa yang menging-kari ajaran Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam maka dia kafir.
...وَمَا ءَآتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا... الحشر: 7
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagi-mu, maka tinggalkanlah. (al-Hasyr: 7)
Dengan ayat ini Allah mewajibkan ke-pada manusia agar mentaati perintah Rasu-lullah shalallahu 'alaihi wa sallam dan menjauhi larangan-larangannya. Barangsiapa yang mentaati Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam berarti dia mentaati perintah Allah. Dan barangsiapa yang tidak mentaatinya berarti dia tidak mentaati perintah Allah. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam ayat lain:
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا. النساء: 80
Barangsiapa yang menta'ati Rasul itu, se-sungguhnya ia telah menta'ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta'atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.(an-Nisa’: 80)
Ayat-ayat yang menunjukkan wajibnya taat kepada Rasululullah shalallahu 'alaihi wa sallam sangat banyak, di antaranya:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي اْلأَمْرِ مِنْكُمْ... النساء: 59
Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kalian. (an-Nisa’: 59)
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ ... النور: 54
Katakanlah: "Ta'at kepada Allah dan ta'atlah kepada rasul... (an-Nuur: 54)

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ. ال عمران: 31
Katakanlah: "Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." ِِِAllah Maha Pengampun lagi Maha Penya-yang. (Ali Imron: 31)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلاَ تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ. مححد: 33
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kali-an merusak (pahala) amal-amalmu. (Muha-mmad: 33)

Demikian telah tegas dan jelasnya dalil-dalil serta banyaknya ayat yang menunjukkan wajibnya mentaati Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Allah mengancam orang-orang yang bermaksiat atau tidak mau taat kepadanya dengan neraka jahannam.
وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا. الجن: 23
Akan tetapi (aku hanya) menyampaikan (peringatan) dari Allah dan risalah-Nya. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya bagi-nyalah neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. (al-Jin: 23)

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا. النساء: 115
Dan barangsiapa yang menentang Rasul se-sudah jelas kebenaran baginya, dan meng-ikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kemba-li. (an-Nisa’: 115)

Bahkan Allah juga mengancam orang-orang yang menyelisihi perintah rasul dengan fitnah kekufuran dan kesesatan di samping adzab yang pedih dalam ucapan-Nya:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ. النور: 63
maka hendaklah orang-orang yang menya-lahi perintah-Nya takut akan ditimpa coba-an atau ditimpa azab yang pedih. (an-Nuur: 63)
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُبِينًا. الأحزاب: 36
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendur-hakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. (al-Ahzab: 36)

Hadits-hadits Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam merupakan penjelasan dari Al-Qur’an. Allah turunkan al-Qur’an ini agar Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam menerangkan-nya kepada manusia sebagaimana Allah sebutkan dalam surat an-Nahl:
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ. النحل: 44
Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan pada umat ma-nusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka berpikir. (an-Nahl: 44)

Da juga dalam ayat lainnya:
وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ إِلاَّ لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي اخْتَلَفُوا فِيهِ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ. النحل: 64
Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Qur’an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petun-juk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (an-Nahl: 64)

Jika kita diperintahkan untuk berpegang teguh dengan al-Qur’an, tentunya diperintah-kan pula untuk berpegang dengan penjelasan dan maknanya yaitu sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Rasulullah bersabda:
أَلاَ إِنِّيْ أُوْتِيْتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ. رواه أحمد وأبو داود والحاكم بسند صحيح
Sesungguhnya aku diberi al-Kitab dan yang semisal dengannya. (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud dan Hakim dengan sanad yang shahih)

atau ucapan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam:
تَرْكُتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُ كِتَابُ اللهِ وَسُنَّتِيْ
Aku tinggalkan bagimu dua perkara yang kalian tidak akan tersesat setelahnya yakni Kitab Allah dan Sunnahku.

Sebaliknya dengan mengikuti dan men-taati petunjuk Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam kita akan menda-patkan hidayah. Allah berfirman:
...وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا... النور: 54
...Dan jika kamu ta'at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk...(an-Nuur: 54)
Yang demikian, dikarenakan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam merupakan teladan dalam menerapkan al-Qur’an. Dengan kata lain beliau shalallahu 'alaihi wa sallam adalah al-Qur’an yang berjalan atau terjemahan al-Qur’an dalam kehidupan. Ketika Aisyah ditanya tentang perilaku dan akhlaq Rasu-lullah shalallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau menjawab:
كانَ خُلُقُهُمْ الْقُرْآنُ. رواه البخاري
Akhlaq Rasulullah adalah al-Qura’n.

Untuk itu barangsiapa yang ingin menerap-kan al-Qur’an dalam kehidupannya, maka ikutilah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam dalam segala sisi kehidupannya.

كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ اْلآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا. الأحزاب: 21
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasu-lullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rah-mat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (al-Ahzab: 21)

Oleh karena itu barangsiapa yang menolak sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam berarti dia menolak perintah-perintah Allah di atas dan akan terkena ancaman-ancaman yang telah tersebut.

Para ulama menganggap para peng-ingkar-pengingkar sunnah sebagai seorang yang kafir dan murtad, telah keluar dari ikatan keislaman. Hukum bagi mereka dalam daulah islamiyah adalah diminta taubat selama tiga hari, jika tidak mau bertaubat maka dipenggal lehernya.

Perhatikanlah ucapan salah seorang dari para ulama yaitu Imam Suyuthi: “Ketahuilah semoga Allah merahmati kalian, barangsiapa mengingkari hadits-hadits Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan (dengan syarat-syarat yang sudah ma’ruf) sebagai hujjah, maka dia telah kafir, keluar dari keislaman dan digabungkan bersama Yahudi dan Nashrani atau orang-orang yang Allah kehendaki dari kelompok-kelompok orang kafir. (Lihat Miftahul Jannah fil Ihtijaj bis Sunnah)

Demikian pula para ulama juga telah memperingatkan kaum muslimin untuk berhati-hati dari ahlul bid’ah yang kufur seperti mereka. Tidak duduk di majelis mereka, tidak bergaul dengan mereka, tidak mendengarkan ucapannya dan tidak berjalan bersamanya. (lihat Aqidatus Salaf Ash-habul Hadits, Abu Utsman Ash-Shabuni; Syarhus Sunnah , al-Barbahari; Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah, Al-Lalikai dan lain-lainnya)

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam sudah mengisyaratkan akan munculnya manusia sejenis mereka da-lam sabda beliau shalallahu 'alaihi wa sallam, ketika beliau mengha-ramkan beberapa perkara seperti keledai jinak, binatang bertaring dan lain-lain pada perang Khaibar. Kemudian beliau berkata:
يُوْشِكُ أَحَدُكُمْ أَنْ يُكَذِّبُنِيْ وَهُوَ مُتَّكِئٌ يُحَدَّثُ بِحَدِيْثِي فَيَقُوْلُ: بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ كِتَابُ اللهِ فَمَا وَجَدْنَا فِيْهِ مِنْ حَلاَلٍ اسْتَحْلَلْنَاهُ وَمَا وَجَدْنَا فِيْهِ مِنْ حَرَامٍ حَرَّمْنَاهُ. أَلاَ إِنَّمَا حَرَّمَ رَسُوْلُ اللهِ مِثْلَ مَا حَرَّمَ اللهُ. (أخرجه الحالكم والترمذي وابن ماجه بإسناد صحيح
Sebentar lagi akan muncul salah seorang kalian yang mendustakanku, dalam keadaan bersandar ketika disampaikan kepadanya haditsku dia berkata: “Antara kami dan ka-lian adalah al-Qur'an. Apa yang kita dapati di dalamnya halal, kita halalkan. Dan apa yang kita dapati di dalamnya haram, kita haramkan.” Ketahuilah sesungguhnya Rasu-lullah shalallahu 'alaihi wa sallam mengharamkan seperti Allah meng-haramkan. (HSR. Hakim, Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih) (Lihat wujubul amal bissunnah, Syaikh bin Baaz, hal. 14)

Dikatakan Rasulullah mengharamkan seperti Allah mengharamkan karena beliau adalah utusan Allah yang Allah perintahkan kepada manusia untuk mentaatinya. Maka perintah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam merupakan perintah Allah dan larangannya merupakan larangan Allah.

Rasulullah bersabda:
مَنْ أَطَاعَنِيْ فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ وَمَنْ عَصَانِيْ فَقَدْ عَصَى اللهُ. (رواه البخاري ومسلم
Barangsiapa yang taat kepadaku, berarti dia taat kepada Allah. Dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, berarti dia bermaksiat kepada Allah (HR. Bukhari Muslim)

Perlu diketahui bahwa barisan para pengingkar sunnah ada berbagai macam jenisnya. Ada yang mengingkarinya secara keseluruhan dan menamakan dirinya Qur’aniyyun (Golongan Qur’an) atau lebih dikenal dengan Ingkarus Sunnah (Golong-an pengingkar Sunnah). Kelompok ini telah dikafirkan oleh para ulama.

Ada pula yang mengingkarinya tidak secara keseluruhan. Mereka beranggapan bahwa ha-hal yang haram hanyalah dalam al-Qur'an. Demikian pula hal-hal yang wajib hanya apa yang diperintahkan oleh Allah. Adapun kalau Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam melarang, maka bukanlah haram tetapi makruh saja; dan kalau Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan sesuatu, maka ha itu bukan wajib, tapi anjuran saja.

Pendapat seperti ini banyak beredar di kalangan masyarakat kaum muslimin. Padahal konsekwensi dari pendapat ini sangat mengerikan. Mereka akan menghalalkan binatang bertaring seperti kucing dan anjing dengan dalih karena tidak terdapat dalam al-Qur'an. Mereka juga akan mengatakan bahwa shalat tidak harus seperti yang biasa kita lakukan, tapi cukup dilakukan pada pagi dan petang sebagaimana dalam al-Qur'an, karena rincian tata cara shalat hanya ucapan Rasu-lullah shalallahu 'alaihi wa sallam yang menurut mereka tidak wajib. Demikian pula emas dan sutera tidak haram bagi laki-laki, namun hanya makruh saja dan pendapat-pendapat yang menyimpang lain-nya.

Untuk mereka ini kita ingatkan bahwa hukum asal dari perintah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam adalah wajib, kecuali jika ada dalil lain yang menu-runkannya menjadi mustahab (anjuran). Sebaliknya hukum asal dari larangan Rasu-lullah shalallahu 'alaihi wa sallam adalah haram, kecuali ada dalil lain yang menurunkannya menjadi makruh. Inilah kaidah ushul fiqh yang dipahami dan diikuti oleh para ulama sejak salafus sholeh.

Ada pula jenis pengingkar sunnah yang menolak sebagian sunnah dan menerima sebagiannya. Yaitu para ash-habur ra'yi (rasionalis) yang menolak semua hadits-hadits yang menurut mereka bertentangan dengan akal. Kelompok inipun tidak kalah sesatnya, ia termasuk para penerus kesesatan mu’tazilah yang mendahulukan atas atas naql (dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah.
sumber :http://muhammad-assewed.blogspot.com/2008/11/kewajiban-mengamalkan-sunnah.html