Rabu, 25 Mei 2011

NASEHAT SYAIKH SALIM BIN ‘IED AL-HILALI

Artikel ini, diambil dari kata sambutan Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali, murid kepercayaan Syaikh Muhaddits Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah, dalam acara Ad-Daurah asy-Syariyah fi al-Masa’il al-’Aqadiyah wa al-Manhajiyah, yang diselenggarakan di Ma’had Ali al-Irsyad Surabaya tanggal 15-18 Dzul Qa’dah 1421H, yang diprakarsai oleh Ustadz Abdur Rahman at-Tamimi dan Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, dibantu oleh beberapa da’i salafi lainnya. Alhamdulillah daurah tersebut dihadiri dan diikuti tidak kurang dari empat ratusan da’i salafi dan penuntut ilmu di Indonesia.
Kemudian, kata sambutan Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali sengaja kami salin ulang di mailing list assunnah dengan judul Nasehat, besar harapan kami bisa diambil manfaat dan faedahnya oleh kita semua.
Saudara-saudara, saudara-saudara yang tercinta ! Sesungguhnya ini betul-betul merupakan pertemuan mulia. Yaitu pada hari yang diberkahi ini, hari sayidul Ayyam, hari Jum’at, kami bertemu dengan saudara-saudara kami. Kami dikumpulkan dengan mereka oleh manhaj sunni salafi, manhaj yang mempersatukan dan tidak memecah belah, manhaj yang memperpadukan hati dan tidak menjadikannya berselisih.
Oleh karena itu manhaj ini adalah manhaj Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Ahlu Sunnah, tidak mempunyai nama lain yang menjadikan mereka menonjol kecuali sunnah, tidak mempunyai bentuk lain yang menyebabkan mereka dikenal kecuali sunnah, dan …. (ada kata-kata yang terhapus..) kecuali dengan sunnah.
Hati-hati mereka bersatu di atas sunnah, hati-hati mereka mencintai sunnah. Mereka berjanji untuk membela Sunnah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ya, wahai saudara-sauadaraku, sesungguhnya kita berada di zaman asing. Ya, wahai saudara-saudara yang kucintai, sesungguhnya kita berada di zaman yang dekat, akan tetapi perkara itu tidak akan (dapat) berkata ….
Sesungguhnya Islam pasti datang … datang… dan datang. Islam pasti tersebar …. tersebar … dan tersebar, seperti telah diberitakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan telah dijanjikan di dalam Kitab-Nya, dan juga telah dijanjikan di dalam Sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mutawatir.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dialah Allah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai” [At-Taubah : 33]
Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan dalam Kitab-Nya, bahwa Allah pasti memenangkan agama-Nya, pasti membenarkan nabi-Nya, pasti memenangkan golongan-Nya dan pasti akan menjadikan orang yang berjalan pada manhaj Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Khalifah/penguasa.
Sesungguhnya Islam dimasa mendatang adalah Islam Sunni. Sesungguhnya Islam yang akan datang adalah Islam Salafi. Sesungguhnya tegaknya kekhalifahan dan kemenangan yang kita tunggu-tunggu dan terus kita dengungkan, adalah kemenangan yang terjadi melalui tangan-tangan orang-orang itu, generasi-generasi orang-orang itu, generasi yang beriman kepada Kitab Allah, dan beriman kepada Sunnah sesuai dengan pemahaman Salaful Ummah, sesuai dengan pemahaman Abu Bakar, sesuai dengan pemahaman Umar, sesuai dengan pemahaman Utsman, sesuai dengan pemahaman Ali dan sesuai dengan pemahaman para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain.
Renungkanlah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang berderajat hasan, yaitu hadits Hudzaifah, dimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memeberitakan …. maka Nabi bersabda.
“Artinya : Adalah di tengah-tengah kamu (masa) kenabian sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah adanya, kemudian Allah menghilangkannya manakala Dia berkehendak. Kemudian akan ada (masa) khilafah Rasyidah yang berjalan berdasarkan Minhaj (jalan) kenabian sampai pada (masa) yang dikehendaki oleh Allah adanya, kemudian Allah menghilangkannya manakala Dia berkehendak. Setelah itu akan ada kerajaan yang menggigit dengan kuat (berpegang pada sunnah) hingga pada waktu yang dikehendaki oleh Allah adanya, kemudian Allah menghilangkannya manakala Dia berkehendak. Sesudah itu akan ada kerajaan yang sewenang-wenang sampai pada waktu yang dikehendaki oleh Allah adanya, kemudian Allah menghilangkannya manakala Dia berkehendak. Kemudian akan ada Khilafah Rasyidah yang berjalan berdasarkan Minhaj (jalan) kenabian. Setelah itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diam” [Hadits Shahih Riwayat Imam Muslim, Ahmad, Lihat Silsilah Shahihah No. 5]
Ya, demikianlah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan tahapan-tahapan yang dilalui umat ini. Tahap kenabian, dan ini sudah berlalu dengan kematian nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian (tahap) khilafah yang berjalan berdasarkan sunnah Nabi, berjalan berdasarkan manhaj Nabi dan melangkah mengikuti langkah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Itulah dia Khilafah Rasyidah yang berjalan sesuai dengan minhaj kenabian. Itulah dia Khilafah Abu Bakar, Khilafah Umar, Khilafah Utsman dan Khilafah Ali. Kemudian berputarlah roda Islam, lalu Allah memberikan kerajaan (kekuasaan)-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan saat itu adalah kerajaan yang menggigit (berpegang) kuat (pada sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Setelah itu berputar lagi roda Islam, maka berganti dengan kerajaan-kerajaan yang sewenang-wenang. Sementara roda Islam akan terus berputar, dan kemudian akan ada Khilafah Rasyidah yang berjalan sesuai dengan minhaj kenabian.
Renungkanlah, Khilafah Rasyidah yang akan ada di akhir zaman, persis seperti dengan Khilafah yang ada di awal zaman. Itulah dia Khilafah yang ditegakkan oleh orang-orang yang berada pada manhaj para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bergembiralah anda sekalian, demi Dzat yang jiwaku ada ditangan-Nya, sesungguhnya saya melihat terbitnya fajar baru bagi dakwah ini, dakwah Salafiyah yang penuh berkah. Betapapun berbagai golongan melakukan tipudaya terhadapnya. Sekalipun berbagai firqah berupaya menerkamnya, mereka ingin menggulungnya. Tetapi Allah (niscaya) akan melaksanakan apa yang menjadi keputusan-Nya, namun kebanyakan manusia tidak mengetahui. Sesunguhnya dakwah Salafiyah adalah dakwah yang dijaga oleh Allah dan Allah berjanji akan menolongnya. Akan tetapi kita seharusnya menjadi tentara dakwah salafiyah ini, tentara yang memenuhi seruan dakwah salafiyah. Kita (harus) memahami dakwah ini sebagaimana para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memahaminya. Kita melaksanakan dakwah ini sebagaimana para Salafus Shalih melaksanakannya. Kita (sepenuhnya) percaya, seperti kepercayaan kita terhadap agama (Islam) bahwa masa depan (yang gemilang -pent) akan diraih oleh dakwah Salafiyah, sebab dakwah salafiyah adalah agama (Islam) itu sendiri.
Oleh karena itu, wahai saudara-saudaraku tercinta, yang diharapkan dari anda sekalian adalah hendaknya anda sekalian menjadi singa-singa sunnah di negeri ini. Hendaknya anda sekalian menjadi macan-macan faham Salafus Shalih di negeri ini. Anda angkat kepala anda tinggi-tinggi, angkat suara anda keras-keras untuk (menyuarakan) dakwah menuju Kitab, Sunnah dan pemahaman Salaful Ummah. Jangan terperdaya oleh banyaknya orang-orang binasa. Dan jangan pula menjadi sedih karena sedikitnya orang-orang yang menempuh (jalan kebenaran). Sebagaimana dikatakan oleh al-Fudhail bin Iyadh :
“Kamu harus berpegang pada jalan-jalan petunjuk sekalipun sedikit jumlah penempuhnya. Dan jangan sekali-kali kamu menempuh jalan-jalan kesesatan sekalipun banyak jumlah orang-orang yang binasa menempuhnya”.
Sesungguhnya, apabila jumlah yang banyak, berpegang pada Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah serta pemahaman Salafus Shalih, sesungguhnya jumlah itu adalah kelompok yang selamat, firqah yang pasti akan diberi kemenangan dan golongan yang melalui tangan-tangan mereka akan terwujud kejayaan Islam.
Saya berharap agar Allah memberikan taufiq kepadaku dan kepada anda semua untuk berjalan menempuh manhaj yang benar ini. (Saya juga berharap kepada Allah) apabila saya lupa -tetapi saya tidak lupa- untuk mengarahkan rasa terima kasih saya, dan saya tambahkan suara saya pada suara saudara saya yang tercinta Ali (bin Hasan) -hafidzahullah- bahwa saya berterima kasih kepada para pengampu Ma’had Diniyah al-Irsyad di Surabaya, terutama al-akh Syaikh yang mulia Abdur Rahman at-Tamimi[1].
Saya memohon kepada Allah agar Dia memberikan kesempurnaan kepada kami, kepadanya (Abdur Rahman at-Tamimi) dan kepada anda sekalian (dalam berpegang pada) al-Qur’an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman Salaful Ummah. Juga agar Allah memantapkan kita dijalan kebenaran ini hingga kita menemui-Nya.
sumber : http://ummusalma.wordpress.com

Kamis, 19 Mei 2011

Pergaulan Bebas Biang Kerusakan

 Oleh Ustadz Abdullah Taslim, M.A
بسم الله الرحمن الرحيم
Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu, dalam ucapannya yang populer pernah berkata, “Dulunya kita adalah kaum yang paling hina, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’la memuliakan kita dengan agama Islam, maka kalau kita mencari kemuliaan dengan selain agama Islam ini, pasti Allah Subhanahu wa Ta’la akan menjadikan kita hina dan rendah[1].”
Nasehat emas dari shahabat yang mulia radhiallahu ‘anhu ini ditujukan kepada mereka yang mengaku beragama Islam tapi justru tidak merasa bangga dan mulia dengan keislaman mereka, sehingga mereka justru lebih tertarik mengikuti gaya hidup orang-orang yang jauh dari petunjuk Islam dan lebih percaya dengan teori-teori buruk yang mereka kemukakan.
Allah Subhanahu wa Ta’la memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk merasa bangga dan puas dengan karunia yang dilimpahkAn-Nya kepada mereka, yaitu petunjuk dalam syariat-Nya yang diturunkAn-Nya untuk kebaikan dan kemaslahatan hidup manusia. Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman,
{قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ}
“Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka (orang-orang yang beriman) bergembira (berbangga), kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa (kemewahan duniawi) yang dikumpulkan (oleh manusia).’” (QS. Yunus: 58).
Karunia Allah dalam ayat ini ditafsirkan oleh para ulama ahli tafsir dengan keimanan kepada-Nya, sedangkan Rahmat Allah ditafsirkan dengan Alquran[2].
Sebagaimana sebaliknya, berpalingnya manusia dari mengamalkan petunjuk-Nya dalam kehidupan mereka adalah sebab utama dan terbesar yang mendatangkan kesengsaraan dan penderitaan hidup yang tiada hentinya bagi mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
{وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى}
“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatAn-Ku, maka sesungguhnya dia (akan merasakan) kehidupan yang sempit (di dunia)[3], dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaaha: 124).
Imam Asy-Syaukani berkata, “Makna ayat ini: Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan (memberikan balasan) bagi orang yang mengikuti petunjuk-Nya dan berkomitmen dengan agama-Nya dengan kehidupan yang (penuh) kenikmatan di dunia, tanpa ada kesedihan, kegundahan dan kesusahan (dalam) dirinya…Dan Dia menjadikan (memberikan balasan) bagi orang yang enggan mengikuti petunjuk-Nya dan berpaling dari agama-Nya dengan kehidupan yang sempit serta (penuh dengan) kepayahan dan penderitaan (di dunia). Bersamaan dengan semua penderitaan yang menimpanya di dunia, di akhirat (kelak) dia akan (merasakan) penderitaan, kepayahan dan kesempitan hidup yang lebih berat lagi[4].”
Islam melarang segala bentuk kerusakan dan keburukan
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
{إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ}
“Sesungguhnya Allah memerintahkan (kepadamu) untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu daoat mengambil pelajaran.” (QS.  An-Nahl: 90).
Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa semua perkara yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ladalam Islam pasti membawa kepada keburukan dan kerusakan, sebagaimana semua perkara yang diperintahkAn-Nya pasti membawa kepada kebaikan dan kemaslahatan[5].
Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang setan dan godaannya kepada manusia,
{إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُون}
“Sesungguhnya syaithan itu hanya menyuruh kamu berbuat buruk (semua maksiat) dan keji, dan mengatakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah:169).
Ayat yang agung ini menunjukkan bahwa semua perbuatan maksiat yang yang dilarang dalam agama adalah keburukan dan merupakan ajakan setan untuk memalingkan manusia dari jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala[6].
Pergaulan bebas dan kerusakannya
Termasuk perkara yang diharamkan dalam Islam karena besarnya kerusakan yang ditimbulkannya adalah pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan tanpa ada ikatan yang dibenarkan dalam syariat. Bahkan perbuatan ini merupakan biang segala keburukan dan kerusakan yang terjadi di masyarakat.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam telah mengingatkan besarnya kerusakan dan fitnah yang ditimbulkan oleh perempuan terhadap laki-laki dalam sabda beliau shallallahu ‘alahi wasallam: “Aku tidak meninggalkan setelahku fitnah (keburukan/kerusakan) yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki melebihi (fitnah) kaum perempuan[7].”
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan hal ini dalam ucapan beliau, “Tidak diragukan lagi bahwa membiarkan kaum perempuan bergaul bebas dengan kaum laki-laki adalah biang segala bencana dan kerusakan, bahkan ini termasuk penyebab (utama) terjadinya berbagai melapetaka yang merata. Sebagaimana ini juga termasuk penyebab (timbulnya) kerusakan dalam semua perkara yang umum maupun khusus. Pergaulan bebas merupakan sebab berkembangpesatnya perbuatan keji dan zina, yang ini termasuk sebab kebinasan massal (umat manusia) dan wabah penyakit-penyakit menular yang berkepanjangan[8].”
Ketika para pelacur bercampur (dengan bebas) bersama pasukan Nabi Musa ‘alahissalam, sehingga tersebarlah perbuaan zina di antara mereka, maka Allah menimpakan kepada mereka wabah penyakit menular, yang berakibat matinya tujuh puluh ribu orang dalam satu hari. Dan kisah ini sangat populer (disebutkan) dalam kitab-kitab tafsir.
Oleh karena itu, termasuk penyebab besar (terjadinya bencana) kematian massal adalah banyaknya (terjadi) perbuatan zina karena membiarkan kaum perempuan bergaul bebas dengan kaum laki-laki dan berjalan dihadapan mereka dengan bersolek dan berdandan.
Seandainya para pihak yang berwenang mengetahui kerusakan (besar yang ditimbulkan) dari perbuatan ini dalam (urusan) dunia dan masyarakat – belum lagi urusan agama – maka mereka pasti akan melarang dengan sekeras-kerasnya perbuatan tersebut.
(Shahabat yang mulia) Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Jika perbuatan zina telah nampak (tersebar) di suatu negeri maka Allah akan membinasakan negeri tersebut[9].”
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz lebih menegaskan hal ini dalam ucapan beliau, “Dalil-dali (dari Al-Qur’an dan hadits Nabi shallallahu ‘alahi wasallam) secara tegas menunjukkan haramnya (laki-laki yang) berduaan dengan perempuan yang tidak halal baginya, (demikian pula diharamkan) memandangnya, dan semua sarana yang menjerumuskan (manusia) ke dalam perkara yang dilarang oleh Allah. Dalil-dalil tersebut sangat banyak dan kuat (semuanya) menegaskan keharaman pergaulan bebas, karena membawa kepada perkara (kerusakan) yang sangat buruk akibatnya… Maka seruan propaganda (yang menyerukan agar) perempuan ikut terjun di tempat-tempat kerja yang khusus bagi laki-laki adalah ajakan yang sangat berbahaya bagi (kebaikan) masyarakat Islam, yang termasuk dampak (negatif) terbesarnya adalah pergaulan bebas yang termasuk sarana terbesar (yang menjerumuskan kepada) perbuatan zina, yang ini (pada gilirannya) akan menghancurkan masyarakat dan merusak nilai-nilai luhur serta budi pekerti baik mereka[10].”
Islam mengharamkan semua sebab yang membawa kepada “pergaulan bebas
Dalam rangka mencegah keburukan dan kerusakan besar akibat pergaulan besar, agama Islam mengharamkan semua sebab yang menjerumuskan ke dalam perbuatan buruk ini, di antaranya[11]:
1- Diharamkannya menemui perempuan yang tidak halal dan berduaan dengannya, termasuk berduaan dengan sopir di mobil, dengan pembantu di rumah, dengan dokter di tempat prakteknya dan lain-lain.
Banyak dalil yang menunjukkan hal ini, di antaranya sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam,
“Tidaklah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan kecuali setan akan menjadi yang ketiga[12].”
2- Diharamkannya ber-safar (melakukan perjalanan jauh) bagi perempuan tanpa laki-laki yang menjadi mahram-nya (suami, ayah, paman atau saudara laki-lakinya).
Dalil yang menunjukkan hal ini juga banyak sekali, di antaranya sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam“Janganlah sekali-kali seorang perempuan bersafar kecuali bersama dengan mahramnya[13].”
3- Diharamkannya memandang dengan sengaja kepada lawan jenis, berdasarkan firman AllahSubhanallahu wa Ta’ala,
{قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ. وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا}
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.’” (QS. An-Nuur: 30-31).
4- Diharamkannya menemui seorang perempuan tanpa mahram, meskipun dia saudara suami (ipar), berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam,
“Waspadalah kalian (dari perbuatan) menemui perempuan (tanpa mahram)”. Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam, bagaimana dengan Al-hamwu (ipar dan kerabat suami lainnya)?” Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda, ‘Al-Hamwu adalah kebinasaan[14].’
Artinya: fitnah yang ditimbulkannya lebih besar karena bisanya seorang perempuan menganggap biasa jika berduaan dengan kerabat suaminya[15].”
5- Diharamkannya laki-laki menyentuh perempuan, meskipun untuk berjabat tangan[16].
Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam,
“Sungguh jika kepala seorang laki-laki ditusuk dengan jarum dari besi lebih baik baginya dari pada dia menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya[17].”
6- Diharamkannya laki-laki yang menyerupai perempuan dan sebaliknya.
Berdasarkan hadits berikut,
Dari shahabat yang mulia, Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan melaknat perempuan yang menyerupai laki-laki[18].”
7- Disyariatkan dan dianjurkannya bagi kaum perempuan untuk shalat di rumah dan itu lebih baik/utama daripada shalat mereka di masjid, dalam rangka menghindari fitnah yang timbul jika mereka sering keluar rumah.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda, “Janganlah kalian melarang para wanita (untuk melaksanakan shalat) di masjid, meskipun (shalat mereka) di rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka[19].”
8- Diharamkannya perempuan sering keluar rumah tanpa ada keperluan yang dibenarkan dalam syariat dengan syarat tidak berdandan dan bersolek karena akan menimbulkan fitnah bagi laki-laki. Allah Subhanahu wa Ta’la berfirman,
{وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى، وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا}
“Dan hendaklah kalian (wahai istri-istri Nabi) menetap di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian ber-tabarruj (sering keluar rumah dengan berhias dan bertingkah laku) seperti (kebiasaan) wanita-wanita Jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait (istri-istri Nabi) dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS.  Al-Ahzaab:33).
Dan dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda, “Sesungguhnya wanita adalah aurat, maka jika dia keluar (rumah) setan akan mengikutinya (menghiasainya agar menjadi fitnah bagi laki-laki), dan keadaanya yang paling dekat dengan Rabbnya (Allah Subhanallahu wa Ta’ala) adalah ketika dia berada di dalam rumahnya[20].”
9- Diharamkannya perempuan keluar rumah dengan memakai wangi-wangian dalam bentuka apapun, karena akan menimbulkan fitnah yang besar.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda, “Seorang wanita, siapapun dia, jika dia (keluar rumah dengan) memakai wangi-wangian, lalu melewati kaum laki-laki agar mereka mencium bau wanginya maka wanita adalah seorang pezina[21].”
Solusi dan penutup
Dari pemaparan ringkas di atas, makin jelaslah bagi kita betapa agungnya syariat Islam yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’la untuk menjaga kebaikan dan kesucian diri manusia, lahir dan batin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
{لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ}
“Sungguh Allah telah memberi karunia (yang besar) kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus kepada mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, menyucikan (diri) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur-an) dan Al-Hikmah (as-Sunnah). Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Rasul) itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS.  Ali ‘Imraan: 164).
Makna firman-Nya menyucikan (diri) mereka adalah membersihkan mereka dari keburukan akhlak, kotoran jiwa dan perbuatAn-perbuatan jahiliyyah, serta mengeluarkan mereka dari kegelapAn-kegelapan menuju cahaya (hidayah Allah Subhanallahu wa Ta’ala)[22].
Terkhusus dalam masalah hijab (pemisah) antara laki-laki dan perempuan, Allah Subhanahu wa Ta’lamenyebutkan hikmah yang agung dari ketentuan syariat ini dalam firman-Nya,
{وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ}
“Dan apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. Al-Ahzaab:53).
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu syaikh berkata,, “(Dalam ayat ini) Allah menyifati hijab/tabir sebagai kesucian bagi hatinya orang-orang yang beriman, laki-laki maupun perempuan, karena mata manusia kalau tidak melihat (sesuatu yang mengundang syahwat, karena terhalangi hijab/tabir) maka hatinya tidak akan berhasrat (buruk). Oleh karena itu, dalam kondisi ini hati manusia akan lebih suci, sehingga (peluang) tidak timbulnya fitnah (kerusakan) pun lebih besar, karena hijab/tabir benar-benar mencegah (timbulnya) keinginAn-keinginan (buruk) dari orang-orang yang ada penyakit (dalam) hatinya[23].”
Juga hikmah yang agung dalam kewajiban memakai jilbab (pakaian yang menutupi semua aurat secara sempurna[24]) bagi perempuan ketika berada di luar rumah, Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman,
{يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا}
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin agar hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga mereka tidak diganggu/disakiti. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzaab:59).
Dalam ayat ini Allah menjelaskan kewajiban memakai jilbab bagi perempuan muslimah dan hikmah dari hukum syariat ini, yaitu, “Supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga mereka tidak diganggu/disakiti.”
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di berkata, “Ini menunjukkan bahwa gangguan (bagi wanita dari orang-orang yang berakhlak buruk) akan timbul jika wanita itu tidak mengenakan jilbab (yang sesuai dengan syariat). Hal ini dikarenakan jika wanita tidak memakai jilbab, boleh jadi orang akan menyangka bahwa dia bukan wanita yang ‘afifah (terjaga kehormatannya), sehingga orang yang ada penyakit (syahwat) dalam hatiya akan mengganggu dan menyakiti wanita tersebut, atau bahkan merendahkan/melecehkannya… Maka dengan memakai jilbab (yang sesuai dengan syariat) akan mencegah (timbulnya) keinginAn-keinginan (buruk) terhadap diri wanita dari orang-orang yang mempunyai niat buruk[25].”
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’la menjadikan tulisan ini bermanfaat dan sebagai nasehat bagi kaum muslimin untuk kembali kepada agama mereka yang merupakan kemuliaan mereka yang sebenarnya, dengan menjalankan semua petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjauhi semua larangan-Nya.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim Al-Buthani, M.A.
Sumber : http://salafiyunpad.wordpress.com