Pada hakekatnya disyari'atkannya zakat profesi tidak mempunyai landasan
dalil dan qiyas yang shahih. Hal ini dikarenakan bahwa zakat uang dan
sejenisnya baik yang didapatkan dari warisan, hadiah, kontrakan, gaji atau
lainnya, maka harus memenuhi dua syarat, yaitu nishab dan haul haul dan
nishab. Haul artinya harta tersebut telah dimiliki selama satu tahun, dan
nishab artinya harta tersebut telah mencapai batas minimal wajib zakat.
Maka dengan demikian bila tidak mencapai batas minimal nishab dan tidak
menjalani haul, maka tidak diwajibkan atasnya zakat berdasarkan
dalil-dalil berikut:
1. Sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam, "Kamu tidak mempunyai
kewajiban zakat sehingga kamu memiliki 20 dinar dan harta itu telah
menjalani satu putaran haul." (HR. Abu Dawud) (20 dinar adalah 85 gram
emas karena satu dinar 4 1/4 gram dan nishab uang dihitung dengan nilai
nishab emas).
2. Sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam, "Dan tidak ada
kewajiban zakat di dalam harta sehingga mengalami putaran haul." (HR. Abu
Dawud).
3. Dari Ibnu Umar (ucapan Ibnu Umar atas sabda Rasulullah),"Barangsiapa
mendapatkan harta, maka tidak wajib atasnya zakat sehingga menjalani
putaran haul." (HR. at-Tirmidzi)
Kemudian penetapan zakat profesi tanpa haul dan nishab hanya ada pada
harta rikaz (harta karun), sedangkan penetapan zakat tanpa haul hanya ada
pada tumbuh-tumbuhan (biji-bijian dan buah-buahan), namun ini tetap dengan
nishab.
Jadi penetapan zakat profesi (penghasilan/gaji) tanpa nishab dan tanpa
haul merupakan tindakan yang tidak berlandaskan dalil, qiyas yang shahih dan
bertentangan dengan tujuan-tujuan syari'at, juga bertentangan dengan nama
zakat itu sendiri yang berarti berkembang. Jadi nishab dan haul merupakan
syarat dikeluarkannya zakat bagi uang, emas dan perak.
Adapun alasan bagi mereka yang menganggap wajibnya zakat profesi dengan
mengqiyaskan penghasilan profesi dengan hasil pertanian, sehingga
nishabnya sama dengan nishab hasil pertanian ( lebih kurang 650 kg)
sementara prosentase yang wajib dikeluarkan dari penghasilan/gaji tersebut
diqiyaskan dengan zakat emas atau harta uang, yaitu 2,5 %, maka qiyas yang
demikian tentu sangat ganjil. Karena apabila memperhatikan disiplin ilmu
dalam kajian ushul fiqh, akan kita dapatkan empat rukun qiyas, yaitu asal,
hukum, cabang, dan illat. Inilah qiyas yang benar berdasarkan ilmu dalam
ushul fiqh yang dirumuskan oleh para ulama'.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka kita akan mendapati
kejanggalan manakala qiyas yang dilakukan pada zakat profesi asalnya
adalah tanam-tanaman, sedangkan prosentase zakatnya adalah 2,5 % sebagai
ketentuan zakatnya. Padahal berdasarkan ketentuan zakat tanam-tanaman dan
buah-buahan harus 10 % atau 5 %. Dengan demikian ada kerancauan pengertian
dalam melakukan qiyas, karena diambil dari dua arah atau ketentuan. Sepotong
diambil dari dari qiyas tanam-tanaman dan buah-buahan, dan sepotong lagi
diambil dari qiyas zakatnya emas, uang atau perak. Maka qiyas-mengqiyas
seperti yang ini tidak bisa dibenarkan.
Dari penjelasan di atas, maka 2,5 % dari penghasilan yang Saudara keluarkan
tiap bulan tidak bisa dinamakan zakat mal (harta), karena belum memenuhi
dua syarat sebagaimana yang kami sebutkan di atas. Sebagaimana juga Saudara
tidak disyari'atkan untuk mengeluarkan zakat profesi, karena tidak
mempunyai landasan dalil dan qiyas yang shahih. Jika Saudara tetap
mengeluarkannnya, maka berapapun besar prosentasenya, maka yang demikian
termasuk infaq/shadaqah bukan zakat mal (harta). Dan Saudara masih
memiliki kewajiban mengeluarkan zakat mal (harta) manakala harta tersebut
minimal sudah senishab dan dimiliki selama satu tahun.
Jadi Saudara hanya diwajibkan mengeluarkan zakat mal (harta), jika dalam
waktu tertentu jumlah harta Saudara yang terhimpun dari sisa penghasilan
tiap bulan dan harta dari sumber yang lain telah memenuhi nishab dan
haul.
Demikian bahan renungan yang dapat kami sampaikan, semoga sedikit dapat
memberikan masukan yang bermanfa'at, sehingga kita dapat mensikapi setiap
permasalahan yang ada dengan bijak dan lapang dada berdasarkan dalil yang
kuat. Wallaahu a'almu bish shawab.
di nukil dari forum Assunnah :
dalil dan qiyas yang shahih. Hal ini dikarenakan bahwa zakat uang dan
sejenisnya baik yang didapatkan dari warisan, hadiah, kontrakan, gaji atau
lainnya, maka harus memenuhi dua syarat, yaitu nishab dan haul haul dan
nishab. Haul artinya harta tersebut telah dimiliki selama satu tahun, dan
nishab artinya harta tersebut telah mencapai batas minimal wajib zakat.
Maka dengan demikian bila tidak mencapai batas minimal nishab dan tidak
menjalani haul, maka tidak diwajibkan atasnya zakat berdasarkan
dalil-dalil berikut:
1. Sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam, "Kamu tidak mempunyai
kewajiban zakat sehingga kamu memiliki 20 dinar dan harta itu telah
menjalani satu putaran haul." (HR. Abu Dawud) (20 dinar adalah 85 gram
emas karena satu dinar 4 1/4 gram dan nishab uang dihitung dengan nilai
nishab emas).
2. Sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam, "Dan tidak ada
kewajiban zakat di dalam harta sehingga mengalami putaran haul." (HR. Abu
Dawud).
3. Dari Ibnu Umar (ucapan Ibnu Umar atas sabda Rasulullah),"Barangsiapa
mendapatkan harta, maka tidak wajib atasnya zakat sehingga menjalani
putaran haul." (HR. at-Tirmidzi)
Kemudian penetapan zakat profesi tanpa haul dan nishab hanya ada pada
harta rikaz (harta karun), sedangkan penetapan zakat tanpa haul hanya ada
pada tumbuh-tumbuhan (biji-bijian dan buah-buahan), namun ini tetap dengan
nishab.
Jadi penetapan zakat profesi (penghasilan/gaji) tanpa nishab dan tanpa
haul merupakan tindakan yang tidak berlandaskan dalil, qiyas yang shahih dan
bertentangan dengan tujuan-tujuan syari'at, juga bertentangan dengan nama
zakat itu sendiri yang berarti berkembang. Jadi nishab dan haul merupakan
syarat dikeluarkannya zakat bagi uang, emas dan perak.
Adapun alasan bagi mereka yang menganggap wajibnya zakat profesi dengan
mengqiyaskan penghasilan profesi dengan hasil pertanian, sehingga
nishabnya sama dengan nishab hasil pertanian ( lebih kurang 650 kg)
sementara prosentase yang wajib dikeluarkan dari penghasilan/gaji tersebut
diqiyaskan dengan zakat emas atau harta uang, yaitu 2,5 %, maka qiyas yang
demikian tentu sangat ganjil. Karena apabila memperhatikan disiplin ilmu
dalam kajian ushul fiqh, akan kita dapatkan empat rukun qiyas, yaitu asal,
hukum, cabang, dan illat. Inilah qiyas yang benar berdasarkan ilmu dalam
ushul fiqh yang dirumuskan oleh para ulama'.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka kita akan mendapati
kejanggalan manakala qiyas yang dilakukan pada zakat profesi asalnya
adalah tanam-tanaman, sedangkan prosentase zakatnya adalah 2,5 % sebagai
ketentuan zakatnya. Padahal berdasarkan ketentuan zakat tanam-tanaman dan
buah-buahan harus 10 % atau 5 %. Dengan demikian ada kerancauan pengertian
dalam melakukan qiyas, karena diambil dari dua arah atau ketentuan. Sepotong
diambil dari dari qiyas tanam-tanaman dan buah-buahan, dan sepotong lagi
diambil dari qiyas zakatnya emas, uang atau perak. Maka qiyas-mengqiyas
seperti yang ini tidak bisa dibenarkan.
Dari penjelasan di atas, maka 2,5 % dari penghasilan yang Saudara keluarkan
tiap bulan tidak bisa dinamakan zakat mal (harta), karena belum memenuhi
dua syarat sebagaimana yang kami sebutkan di atas. Sebagaimana juga Saudara
tidak disyari'atkan untuk mengeluarkan zakat profesi, karena tidak
mempunyai landasan dalil dan qiyas yang shahih. Jika Saudara tetap
mengeluarkannnya, maka berapapun besar prosentasenya, maka yang demikian
termasuk infaq/shadaqah bukan zakat mal (harta). Dan Saudara masih
memiliki kewajiban mengeluarkan zakat mal (harta) manakala harta tersebut
minimal sudah senishab dan dimiliki selama satu tahun.
Jadi Saudara hanya diwajibkan mengeluarkan zakat mal (harta), jika dalam
waktu tertentu jumlah harta Saudara yang terhimpun dari sisa penghasilan
tiap bulan dan harta dari sumber yang lain telah memenuhi nishab dan
haul.
Demikian bahan renungan yang dapat kami sampaikan, semoga sedikit dapat
memberikan masukan yang bermanfa'at, sehingga kita dapat mensikapi setiap
permasalahan yang ada dengan bijak dan lapang dada berdasarkan dalil yang
kuat. Wallaahu a'almu bish shawab.
di nukil dari forum Assunnah :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar