Ma’rifatullâh, yang secara bahasa berarti mengenal
Allâh Ta'âla, termasuk istilah yang sudah familier di tengah kaum
Muslimin. Karena semua yang beriman sepakat meyakini bahwa mengenal
Allâh Ta'âla dan mencintai-Nya merupakan kewajiban dan tuntutan yang
paling utama dalam Islam. Bahkan para Ulama Ahlus Sunnah selalu
mengidentikkan istilah ma’rifatullâh dengan kesempurnaan iman dan takwa
kepada Allâh Ta'âla.
Allâh Ta'ala berfirman:
Sesungguhnya yang takut kepada Allâh diantara hamba-hamba-Nya,
hanyalah orang-orang yang berilmu (mengenal Allâh Ta'âla)”
(QS. Fâthir/35:28)
hanyalah orang-orang yang berilmu (mengenal Allâh Ta'âla)”
(QS. Fâthir/35:28)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata:
“Semakin bertambah pengenalan seorang hamba tentang
Allâh, maka semakin bertambah pula rasa takut dan pengagungan hamba
tersebut kepada-Nya…, yang kemudian pengenalannya ini akan mewariskan
rasa malu, pengagungan, pemuliaaan, serta merasa selalu diawasi oleh
Allâh Ta'âla, dan menumbuhkan kecintaan, tawakal, selalu kembali, serta
ridha dan tunduk kepada perintah-Nya.”
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullâh berkata :
“Semakin banyak pengenalan seseorang tentang Allâh,
maka rasa takutnya kepada Allâh pun semakin besar, yang kemudian rasa
takut ini menjadikan dirinya (selalu) menjauh dari perbuatan-perbuatan
maksiat dan (senantiasa) mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan Dzat
yang ditakutinya (yaitu Allâh Ta'âla ).”
Ahlus sunnah wal jama’ah meyakini dan menetapkan
bahwa ma’rifatullâh yang benar adalah mengenal Allâh Ta'âla dengan
mengenal nama-nama-Nya yang maha indah, sifat-sifat-Nya yang maha
sempurna dan perbuatan-perbuatan-Nya yang maha terpuji, sebagaimana yang
dijelaskan dalam ayat-ayat al-Qur’ân dan hadits-hadits yang shahih dari
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam, tanpa tahrîf (menyelewengkan
maknanya yang benar), ta’thîl (menolak/mengingkarinya), takyîf
(membagaimanakannya) dan at-tamtsîl (menyerupakannya dengan makhluk).
Imam Ahmad bin Hambal rahimahullâh berkata :
“Kita tidak boleh menyifati Allâh Ta'âla kecuali
dengan sifat yang Dia tetapkan untuk diri-Nya (dalam al-Qur’ân) dan yang
ditetapkan oleh rasul-Nya (dalam hadits-hadits yang shahih), kita tidak
boleh melampaui al-Qur’ân dan hadits.”
Imam Ibnul Jauzi rahimahullâh berkata, “Sesungguhnya
ma’rifatullâh (yang benar) adalah mengenal zat-Nya, mengenal nama-nama
dan sifat-sifat-Nya, serta mengenal perbuatan-perbuatan-Nya.”
Jadi dengan memahami nama-nama dan sifat-sifat Allâh
Ta'âla dengan benar, seseorang bisa mengenal Allâh (ma’rifatullâh)
dengan benar. Ma’rifatullâh yang benar akan menimbulkan rasa cinta
(al-mahabbah) dan rasa takut yang merupakan landasan ibadah kepada Allâh
Ta'âla.
Mahabbatullah (rasa cinta kepada Allâh Ta'âla ) dan
rasa takut kepada Allâh Ta'âla tidak mungkin bisa diraih tanpa mengenal
Allâh Ta'âla. Maka orang yang tidak memiliki ma’rifatullah (mengenal
Allâh) yang benar, tidak mungkin bisa beribadah dengan benar kepada-Nya,
padahal beribadah kepada Allâh Ta'âla adalah tugas utama manusia.
Allâh Ta'âla berfirman:
Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia
kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku
(QS. adz-Dzâriyât/51:56)
kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku
(QS. adz-Dzâriyât/51:56)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata :
“Barangsiapa yang mengenal Allâh Ta'âla (yaitu)
dengan mengenal nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya maka
dia pasti akan mencintai-Nya.”
Mengenal Allâh Ta'âla adalah dengan merenungkan dan
mempelajari ayat syar’iyah dengan nash-nash yang shahih, juga dengan
memperhatikan dan merenungi keberadaan dan keadaan alam semesta beserta
semua makhluk Allâh Ta'âla yang ada di dalamnya, termasuk merenungi
apa-apa yang ada pada diri kita sendiri. Semua itu merupakan tanda-tanda
kemahakuasaan-Nya dan bukti kesempurnaan ciptaan-Nya.
Allâh Ta'âla berfirman:
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allâh Ta'âla)
bagi orang-orang yang yakin,
dan (juga) pada dirimu sendiri,
maka apakah kamu tidak memperhatikan?”
(QS. adz-Dzâriyât/51:20-21)
bagi orang-orang yang yakin,
dan (juga) pada dirimu sendiri,
maka apakah kamu tidak memperhatikan?”
(QS. adz-Dzâriyât/51:20-21)
Itulah ma’rifatullâh dan urgensinya yang terkait
langsung dengan tugas utama manusia yaitu beribadah kepada Allâh Ta'âla.
Cara (mengenal Allâh) yang benar pun sudah begitu gamblang dijelaskan
oleh para Ulama’, namun ada juga cara-cara keliru yang dilakukan oleh
sebagian orang dalam rangka mengenal Allâh Ta'âla. Akibatnya, kesesatan
dan penderitaan menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya.
Kini tinggal pribadi masing-masing untuk memilih
jalan. Jika benar yang dipilih, dengan ijin Allâh Ta'âla, kebahagiaan
dunia dan akhirat akan menjadi haknya. Semoga Allâh Ta'âla senantiasa
membimbing kita untuk tetap berada pada jalan haq yang berujung pada
kebahagiaan.
sumber : Majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XVI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar