Rabu, 14 November 2012

Ma’rifatullâh, Satu-satunya Jalan Menjadi Hamba Allâh

Ma’rifatullâh, yang secara bahasa berarti mengenal Allâh Ta'âla, termasuk istilah yang sudah familier di tengah kaum Muslimin. Karena semua yang beriman sepakat meyakini bahwa mengenal Allâh Ta'âla dan mencintai-Nya merupakan kewajiban dan tuntutan yang paling utama dalam Islam. Bahkan para Ulama Ahlus Sunnah selalu mengidentikkan istilah ma’rifatullâh dengan kesempurnaan iman dan takwa kepada Allâh Ta'âla.
Allâh Ta'ala berfirman:
QS. Fâthir/35:28
Sesungguhnya yang takut kepada Allâh diantara hamba-hamba-Nya,
hanyalah orang-orang yang berilmu (mengenal Allâh Ta'âla)”
(QS. Fâthir/35:28)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata:
“Semakin bertambah pengenalan seorang hamba tentang Allâh, maka semakin bertambah pula rasa takut dan pengagungan hamba tersebut kepada-Nya…, yang kemudian pengenalannya ini akan mewariskan rasa malu, pengagungan, pemuliaaan, serta merasa selalu diawasi oleh Allâh Ta'âla, dan menumbuhkan kecintaan, tawakal, selalu kembali, serta ridha dan tunduk kepada perintah-Nya.”
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullâh berkata :
“Semakin banyak pengenalan seseorang tentang Allâh, maka rasa takutnya kepada Allâh pun semakin besar, yang kemudian rasa takut ini menjadikan dirinya (selalu) menjauh dari perbuatan-perbuatan maksiat dan (senantiasa) mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan Dzat yang ditakutinya (yaitu Allâh Ta'âla ).”
Ahlus sunnah wal jama’ah meyakini dan menetapkan bahwa ma’rifatullâh yang benar adalah mengenal Allâh Ta'âla dengan mengenal nama-nama-Nya yang maha indah, sifat-sifat-Nya yang maha sempurna dan perbuatan-perbuatan-Nya yang maha terpuji, sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat-ayat al-Qur’ân dan hadits-hadits yang shahih dari Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam, tanpa tahrîf (menyelewengkan maknanya yang benar), ta’thîl (menolak/mengingkarinya), takyîf (membagaimanakannya) dan at-tamtsîl (menyerupakannya dengan makhluk).
Imam Ahmad bin Hambal rahimahullâh berkata :
“Kita tidak boleh menyifati Allâh Ta'âla kecuali dengan sifat yang Dia tetapkan untuk diri-Nya (dalam al-Qur’ân) dan yang ditetapkan oleh rasul-Nya (dalam hadits-hadits yang shahih), kita tidak boleh melampaui al-Qur’ân dan hadits.”
Imam Ibnul Jauzi rahimahullâh berkata, “Sesungguhnya ma’rifatullâh (yang benar) adalah mengenal zat-Nya, mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya, serta mengenal perbuatan-perbuatan-Nya.”
Jadi dengan memahami nama-nama dan sifat-sifat Allâh Ta'âla dengan benar, seseorang bisa mengenal Allâh (ma’rifatullâh) dengan benar. Ma’rifatullâh yang benar akan menimbulkan rasa cinta (al-mahabbah) dan rasa takut yang merupakan landasan ibadah kepada Allâh Ta'âla.
Mahabbatullah (rasa cinta kepada Allâh Ta'âla ) dan rasa takut kepada Allâh Ta'âla tidak mungkin bisa diraih tanpa mengenal Allâh Ta'âla. Maka orang yang tidak memiliki ma’rifatullah (mengenal Allâh) yang benar, tidak mungkin bisa beribadah dengan benar kepada-Nya, padahal beribadah kepada Allâh Ta'âla adalah tugas utama manusia.
Allâh Ta'âla berfirman:
QS. adz-Dzâriyât/51:56
Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia
kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku
(QS. adz-Dzâriyât/51:56)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata :
“Barangsiapa yang mengenal Allâh Ta'âla (yaitu) dengan mengenal nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya maka dia pasti akan mencintai-Nya.”
Mengenal Allâh Ta'âla adalah dengan merenungkan dan mempelajari ayat syar’iyah dengan nash-nash yang shahih, juga dengan memperhatikan dan merenungi keberadaan dan keadaan alam semesta beserta semua makhluk Allâh Ta'âla yang ada di dalamnya, termasuk merenungi apa-apa yang ada pada diri kita sendiri. Semua itu merupakan tanda-tanda kemahakuasaan-Nya dan bukti kesempurnaan ciptaan-Nya.
Allâh Ta'âla berfirman:
QS. adz-Dzâriyât/51:20-21
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allâh Ta'âla)
bagi orang-orang yang yakin,
dan (juga) pada dirimu sendiri,
maka apakah kamu tidak memperhatikan?”
(QS. adz-Dzâriyât/51:20-21)
Itulah ma’rifatullâh dan urgensinya yang terkait langsung dengan tugas utama manusia yaitu beribadah kepada Allâh Ta'âla. Cara (mengenal Allâh) yang benar pun sudah begitu gamblang dijelaskan oleh para Ulama’, namun ada juga cara-cara keliru yang dilakukan oleh sebagian orang dalam rangka mengenal Allâh Ta'âla. Akibatnya, kesesatan dan penderitaan menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya.
Kini tinggal pribadi masing-masing untuk memilih jalan. Jika benar yang dipilih, dengan ijin Allâh Ta'âla, kebahagiaan dunia dan akhirat akan menjadi haknya. Semoga Allâh Ta'âla senantiasa membimbing kita untuk tetap berada pada jalan haq yang berujung pada kebahagiaan.

sumber : Majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XVI